Aftergraduate’s Concerns

Biasanya mood menulis blog itu datang di saat yang tidak terduga, seperti saat ini. Secara rencana itu sebenarnya dan seyogianya dilaksanakan pada tanggal 12 kemarin, dan baru hari ini saya mulai menekan-nekan tombol di keyboard untuk mengetik kata-kata ini. Apakah itu sebuah kemalasan? Atau hanya menifestasi dari sebuah kelulusan? Who knows…

Kelulusan, yang mungkin dapat menimbulkan euforia yang unik pada setiap orang, yang memandangnya dengan cara yang berbeda. Ada salah satu teman saya yang minggu lalu melaksanakan sidang, ketika lulus dengan nilai cukup saja, dia sudah keluar dan berteriak ala Hard Gay (tidak perlu saya ceritakan di sini bagaimana gaya Hard Gay, anda boleh mengeceknya di Google) untuk merayakannya sembari berjoget ala Hard Gay juga. Lulus. Hal itu menjadi sebuah kepentingan mutlak ketika sidang. Saya rasa tidak ada mahasiswa yang protes ketika dia disidang dan dinyatakan lulus dengan nilai baik (apalagi bagus), meminta skripsinya digagalkan saja. Kalaupun ada, Anda yang sebagai kawannya harusnya membantunya, dengan membawanya ke psikiater terdekat.

Lalu, apakah kelulusan menjadi akhir dari segalanya? Salah besar. Kelulusan merupakan awal. Sebuah awal dari sebuah perjalanan baru yang lebih berat dan lebih panjang. Ketika kita bersekolah, sudah ditentukan bahwa SD itu 6 tahun, SMP dan SMU itu 3 tahun, lalu kuliah sekitar 3-4 tahun. Lalu setelah itu? Apakah ada yang mengatakan dunia kerja itu hanya 10 tahun saja? Tentu tidak, selama kita hidup, itulah yang akan kita geluti, berusaha menghidupi diri sendiri (dan keluarga kelak). Saya merasakan sesuatu yang mungkin unik dari kelulusan yang saya alami. Saya merasa takut sekaligus excited. Takut karena saya harus terjun ke dunia yang baru yang sama sekali berbeda dengan apa yang saya alami selama ini. Dunia di mana saya harus dapat mengusahakan semuanya dengan usaha sendiri (walaupun tetap ada teman yang membantu, mustahil untuk hidup sendiri), dunia di mana tanggung jawab akan hidup saya akan semakin besar. Apakah saya mampu untuk menjalani itu semua, apakah saya mampu untuk maju, dan apakah saya akan sukses?

Beberapa concern seperti itu memberikan suatu perasaan was-was yang berbeda dari biasanya. Namun hal itu tidak akan membuat saya mundur, because there’s no way back, is it? Ketika saya sudah berada pada titik ini, yang harus saya lakukan hanyalah maju dan mencoba. Beberapa orang mengatakan, saya masih muda, gunakan masa muda ini untuk mencoba dan mencoba, tentu dalam hal yang positif. Namun kemarin dalam sebuah obrolan melalui messenger dengan seorang teman, dia mengatakan : ”sometimes it’s the smallest decision that can change your life forever”. Keputusan yang kecil dapat mengubah hidup saya selamanya? Mungkin saja. Tapi, keputusan seperti apa?

Kali ini saya dihadapkan pada keputusan untuk memilih pekerjaan. Di satu sisi, saya sudah diterima untuk training MT-IT di perusahaan mitra sebuah bank ternama di Indonesia. Namun di sisi lain, saya merasa bahwa saya harus mencoba untuk apply ke tempat-tempat lain, kemudian baru memutuskan untuk memilih yang saya rasa paling cocok. Di satu pihak, keluarga saya mendorong saya untuk mengambil saja MT-IT yang sudah di depan mata, namun di sisi lain, teman-teman saya juga memberi saran untuk mencoba ke perusahaan lain yang lebih besar, karena di masa sekarang ini, bekerja di perusahaan multinasional dipandang akan lebih menguntungkan bagi karir dibanding perusahaan yang kurang besar, dan bekerja di sebuah bank akan mengurangi kesempatan berkarir nantinya. Seorang sahabat bahkan mengatakan : ”Kamu masih muda, gunakan kesempatan “fresh graduate”mu untuk mencari yang paling optimal, karena ketika kamu sudah bekerja misalkan dua tahun, status “fresh graduate” itu akan hilang dan tidak ada lagi keunikan yang dapat dijual, meskipun kamu sudah jago programming”.

Beberapa pandangan yang mungkin dapat dibilang bertolak belakang membuat saya merasa bimbang. Apa yang harus saya lakukan? Di satu sisi, saya rasa pandangan orang tua dan keluarga juga tidak jelek, bahwa ketika ada kesempatan di depan mata, ambillah, jangan terlalu banyak berpikir karena perubahan kecil saja dapat mempengaruhi hidup saya nantinya seperti yang dikatakan oleh teman saya tadi. Namun di sisi lain, pandangan teman-teman juga ada benarnya. Dalam mencari sebuah pekerjaan haruslah didasari dengan kecocokan terlebih dahulu, dan juga didasari oleh prospek yang bagus untuk karir. Kebimbangan itu ditambah dengan kekhawatiran : Apakah saya bisa?

Tinggalkan kebimbangan itu sejenak, untuk melihat bagaimana teman-teman lain berencana setelah lulus. Ada yang berencana untuk belajar bahasa ke China, ada yang berencana untuk bekerja di Singapore, ada yang berencana untuk mencari kerja juga, ada yang berencana berhenti untuk nge-kost, ada yang berencana untuk melanjutkan S2 baik di dalam maupun luar negeri. Namun, adakah di antara kita yang berencana untuk menikah tepat setelah lulus nanti? Bila ada, dilarang keras untuk lupa mengundang saya. Berbagai rencana yang berbeda itu memberikan suatu kesimpulan : perpisahan. Perpisahan yang dimaksud tentulah secara fisik, bahwa ketika kita tersibukkan dengan pekerjaan masing-masing di lokasi yang berbeda, kita akan semakin jarang bertemu, bahkan mungkin sangat sulit untuk bertemu lagi. Namun yakinlah, bahwa tidak ada yang namanya perpisahan di kamus saya. Seluruh teman-teman saya akan selalu saya ingat sampai kapanpun. Kalian akan dapat selalu menemukan saya di Yahoo Messenger, MSN, Friendster, ataupun blog ini yang akan selalu saya update (hope so :P).

Terakhir, karena masih ada beberapa yang belum sidang, termasuk sore nanti di mana terdapat dua sidang akbar abad ini, saya mengucapkan semoga sukses, selamat bersenang-senang di ruang sidang. God be with you. Dan ingatlah, kelulusan merupakan sebuah gerbang baru, di mana kita harus berusaha lebih dan lebih lagi. Semangat untuk memasuki kehidupan yang baru!

Regards,
Xander™